Even the sun sets in paradise (sebuah catatan perjalanan)



Jam tangan ini, entah kenapa tiba-tiba berhenti berdetak di hari ke-2 kepindahan gw ke Surabaya. Dan entah kenapa gw begitu malas untuk membetulkannya. 
Mungkin tanpa gw sadari, ini adalah cara alam semesta dalam mengabulkan keinginan gw yang berharap mampu menghentikan waktu. 
Hari-hari gw berikutnya di Surabaya begitu menakjubkan. Waktu seolah benar-benar berhenti. Lebih banyak waktu untuk berpikir dan merenung selama disana, lebih banyak waktu untuk sendirian, lebih banyak ide-ide kehidupan yang muncul. 

Banyak hal yang gw sadari begitu berharga, apa yang gw miliki saat ini, apa yang gw tinggalkan, yang hilang, yang harus gw lepas, yang gw dapatkan kembali maupun yang harus gw relain pergi. Berkumpul lagi dengan keluarga lama yang dulu gw tinggalkan, menemukan keluarga baru, teman ngobrol, rekan seperjalanan, orang desa yang ramah, cinta satu malam, sahabat...

Berbagi cerita dan secangkir kopi gratis dengan seorang penjelajah dunia asal italia ketika menikmati indahnya matahari terbit dari balik keagungan puncak bromo. Berbagi api dengan orang-orang asing yang segera menjadi sahabat ditengah gigitan udara dingin kaki gunung Ijen, berbagi kisah hidup dengan teman baru dan lama dipinggir pantai boulevard Manado, atau sekedar berbagi semangguk indomi dan segelas teh hangat ditengah hujan ketika berjalan kaki ke kali mati.

Selalu ada orang-orang yang dengan senang hati mau diajak untuk mengoreskan cerita, selalu ada orang-orang yang dengan setia mendengar cerita-cerita gw, dan selalu ada waktu untuk menikmati sebotol bir bersama teman yang datang dari jauh.

Kehujanan di Oro-oro ombo, di desa cemoro lawang, air terjun madakaripura, pantai green bay, atau ketika mengendarai si scoopy di sepanjang jalanan Siwalankerto..., jadi saat-saat yang mampu lebih memuaskan batin dari pada sekedar perasaan takut sakit. Ego untuk menjadi orang tertinggi di pulau Jawa jauh lebih penting dari pada perasaan takut mati waktu melakukan perjalanan menantang maut menuju Mahameru yang sakral.

Perjalanan-perjalanan yang gak pernah terpikirkan sebelumnya akan mampu dan pernah gw lakukan, pada akhirnya membawa gw berusaha untuk menjadi seorang traveler. And you know what? I love it so much!
And then realized that i hate the road, but only when i'm missing home.

9 bulan di Surabaya mungkin menjadi salah satu milestone terpenting yang terjadi dalam hidup gw. Secara simbolik berusaha melahirkan seorang Rikes untuk menjadi orang yang lebih baik lagi kedepannya. Semoga saja.
Gosh, ini seperti liburan panjang yang pada akhirnya harus berakhir. Menyedihkan, tapi tetap menjadi kenangan yang begitu menyenangkan.

Saat ini jam tangan ini berdetak kembali, seiring kepulangan gw ke Bekasi. Yep, life must go on. Semua hal baik maupun buruk sekalipun ada ujungnya. Kalo Adam Levine bilang, "even the sun sets in paradise".
And I really closed it in paradise.
Good bye Surabaya, good bye my favorite city.

*Didedikasikan untuk semua orang yang secara sengaja maupun tidak sengaja, telah berbagi cerita dengan gw selama di Surabaya, dan di setiap perjalanan yang sudah gw lakukan selama 9 bulan terakhir ini.

follow my instagram @_ikes for the visual experience that i capture in a past 9 month of my adventure or check my facebook page https://www.facebook.com/rikes.dennis/photos_albums for more image.

0 komentar:

Posting Komentar

About this blog

ini jelas-jelas punya rikes n___n