nama saia JON

"Jon", mungkin ejaan aslinya adalah john yang kalo di-Indonesiakan harusnya jadi yohanes, tapi ia lebih suka meng-indonesiakan namanya dengan cara menghilangkan huruf h yang dalam lafal indonesia memang terasa sedikit kelu untuk diucapkan dalam aksen inggris dengan menyelipkan huruf h diantara huruf o dan n.
yeah...
mungkin juga analisa di atas hanyalah ke-sotoy-an saia saja ketika pertama kali kenal dengan jon, siapa yang tau kalau memang ternyata jon adalah apa adanya yang tercetak dalam akte lahir pria batak ini. saia kenal dengan beberapa orang batak lainnya dengan nama batu *nama lahir teman baik saia yang diberikan opungnya, untung saja(kata dia) pada akhirnya orang tuanya memutuskan memberi nama yang menurut mereka lebih manusiawi dari pada pemberian opungnya itu n__n*, delnov *lahir pada delapan november*, jurgen klinsman *nama junior saia di jurusan yang tidak sengaja saia baca di absen kelas, no idea 'bout this person*. ini bukan tulisan rasis tentang orang batak, karena semua itu hanya masalah tradisi dan budaya saja, dan tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormat saia terhadap masyarakat batak, saia pinjanm keunikan tradisi mereka untuk prelude tulisan kali ini.
eniwei,
jon adalah tetangga rumah tante saia di surabaya, yang adalah rumah saia selama tahun pertama kuliah sebelum saia nge-kost dekat kampus. usia kami terpaut cukup jauh, namun dia lebih nyaman untuk dipanggil nama saja ketimbang menambahkan embel-embel bang atau kak di depannya. dia adalah sarjana hukum keluaran salah satu universitas swasta di surabaya. bekerja di 3 tempat kerja sekaligus *yang sebenarnya agak jauh dari disiplin ilmu yang dipelajarinya sewaktu kuliah*. dalam satu waktu jon bisa bekerja sebagai marketing kredit motor yang ringan dan menguntungkan ketika pagi *hanya untuk absen rasanya n___n*, sales gigi palsu ketika siang, dan debt collector salah satu bank swasta malamnya. ya,superman memang. dan selama saia mengenalnya sebagai paman yang sangaaaatttt menyayangi keponakan2an nya. bagaimana tidak, setelah seharian banting tulang di 3 tempat kerja itu, ia masih sempat mengurus keponakan2nya *maksud saia benar2 mengurus, mulai dari makan sampai buang hajatnya*. ramah, rajin, suka banget nolong orang, mungkin itu kesan yang saia dapatkan ketika mengenalnya.
suatu malam ketika kami pulang gereja naik motor, jon bercerita tentang kesempatannya untuk studi lanjut S2 hukum yang di tawarkan oleh om nya, yang dengan santai segera ditolaknya. alasannya simple, dia sudah puas dengan keadaannya saat ini. saia menanyakan alasan kenapa dia masuk bidang pekerjaan yang jauh sekali dari hukum? kenapa dia tidak mencoba untuk menjadi pengacara atau jaksa atau hakim yang barang tentu dapat lebih menjanjikan dari pada menjadi seorang debt collector dll?
jawabannya...
entah ini jawaban mulia, takut mati, atau bodoh...*maaf jon, i know you're not as dumb as you look.hehehehe*
jon bilang, buat apa jadi pengacara,jaksa,ataupun hakim? dia sudah banyak melihat saudara2nya yang telah sukses dan banyak uang karena mendalami bidang itu, namun menutup hati nuraninya sehingga yang lurus menjadi bengkok, dan yang bengkok dilurus-lurusin, apa yang mereka kerjakan hanyalah suatu praktek hipokrit demi kepentingan diri sendiri.
saia menyela, "jadilah kebalikan dari mereka, lakukan hal yang benar.."
ia jawab, "untuk apa? untuk mencari mati?"
ternyata salah satu tulangnya *paman dalam bahasa batak* yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan hukum, adalah salah satu jaksa penuntut umum yang cukup berpengaruh dalam kasus tommi soeharto. jaksa itu berakhir tragis dengan peluru yang mengantarkan ia dan istrinya menghadap sang khalik.
well...
ok, hidup benar memang ada harga yang harus dibayar untuk itu, tapi tidak ada yang bisa disalahkan ketika seseorang memilih untuk hidup lebih lama dan tidak mau bermain-main dengan kematiannya.
jon mungkin adalah tipe orang yang senang berada dalam zona nyamannya. bagusnya, dia gak akan mati di tembak orang memang. jeleknya, somehow suatu hari kita akan tetep mati juga, dan menurut saia hidup ini terlalu berharga untuk terlalu diseriusi dengan cara seperti itu.*menjaganya tetap berfungsi dengan baik hanya untuk menerima kenyataan bahwa waktu kita hanya 70 tahun sebelum semuanya itu tetap gak akan berfungsi dengan baik lagi*
atau mungkin juga jon hanyalah salah satu korban dari kebobrokan hukum dan peradilan di negara ini, yang rasanya too good to be true menemukan 2 orang saja hakim atau jaksa atau pengacara di negara ini yang melakukan tugasnya dengan benar diantara 10 orang lainnya.
kalo menurut saia...
untung lah saia mengambil kuliah di bidang IT.
n___n

3 komentar:

Anonim 15 September 2009 pukul 19.45  

kesimpulan yang enteng, tapi bermakna.. wkakaka
tapi emang kau akan kerja di bidang IT setelah lulus? hohohoho..
Asikkk udh nulis lagi ni si rikess...

rikes 16 September 2009 pukul 05.10  

emang mungkin enggak ce, tapi setidaknya aku juga gak ada niat untuk jadi pengacara atau apalah itu.
hehehehe
yeah...
nulis itu emang menyenangkan, dan entah bagaimana tapi kau adalah salah satu dari segelintir orang yang membuat ku menyadari hal itu
*cuit2...
huahahahaha

~ jessie ~ 19 September 2009 pukul 08.46  

owww... tersanjung 10 nihhhh... hahahaha

Posting Komentar

About this blog

ini jelas-jelas punya rikes n___n